Pengertian Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Di Sekolah

Salah satu faktor yang mendasari perlunya perubahan praktek pembelajaran di kelas yang masih sangat tradisional adalah faktor psikologis yang di tandai dengan munculnya teori belajar yang dikenal dengan behavioristik.



 

Apa yang dimaksud dengan Behaviorisme?

 

Behaviorisme adalah Teori belajar yang menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. 

Perubahan terjadi melalui rangsangan(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukummekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar.

 Sedangkan respons adalah akibat atau dampak,berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Teori Behavioristik mementingkan factor lingkungan, menekankan pada faktor bagian, menekankan pada tingkah laku yang Nampak dengan mempergunakan metode obyektif, sifatnya mekanis dan mementingkan masa lalu.

“Gage dan Berliner menyatakan bahwa menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman” (Maziatul, 2009).

Pada intinya, teori behavioristik menekankan pada pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika siswa yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini kegiatan belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus atau apa saja yang diberikan guru kepada siswa dan output yang berupa respon atau reaksi/tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran di aplikasikan dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah pada umumnya.

Pembelajaran yang berpedoman pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersusun dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. “Siswa di harapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang di pahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid” (Degeng, 2006).

Pengaruh bagi guru adalah bahwa mengajar merupakan kegiatan pemindahan pengetahuan dari benak guru ke otak siswa.

Oleh karena itu peran guru sebagai pendidik harus mengembangkan kurikulum yang terancang dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa.

Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa harus di hadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.

Pembiasaan dan disiplin menjadi pegangan dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.

Kegagalan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu di hukum dan keberhasilan belajar di kategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

“Siswa adalah obyek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus di pegang oleh sistem yang berada diluar diri siswa. Demikian juga, ketaatan pada aturan juga di pandang sebagai penentu keberhasilan belajar” (Degeng, 2006).

Maka dari itu perlu kita ketahui mengenai apa yang dimaksud teori belajar behavoristik dan bagai mana implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran.

Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik

Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan tekun,

namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan perubahan perilaku sebagai hasilbelajar.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus dan keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur.

Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.

Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan.